Wednesday, 2 April 2014

Emotion!

Sebenarnya malam ini sungguh kacau. Dia yang bersikap acuh tak acuh kepadaku karena satu kesalahan yang terhitung kecil. Entah apa yang aku lakukan juga sehingga keadaan semakin parah. Dia menyibukan diri dengan pekerjaannya dan aku hanya merengut memendam kekesalan. Perasaan ku semakin kacau, tatkala ambulan berlalu lalang diantara kami.
Aku sangat benci dengan rumah sakit. Keadaan yang memaksaku untuk disini. Kalau tidak karena aku cinta dengan dia dan sayang dengan ayahnya mungkin seribu kali aku berfikir untuk berdiam di sini hingga larut. Sekarang kerjaku hanya menarik dan membuang nafas sekeras-kerasnya agar dia menghiraukan semua tingkah laku ku. Tapi lama-lama aku berfikir kalau semua itu hanya sia-sia.
Tapi apapun yang dilakukan gak akan pernah berakhir sia-sia. Walau yang keluar dari mulutnya hanya bertanya aku kenapa, seenggaknya tingkah laku aneh ku mendapat respon. Aku hanya memandang dengan muka kesal. Seperti biasa, dia tak menghiraukan arti pandanganku. Sikapnya yang acuh akhirnya membuat aku kesal.
Sempat dia mengataiku ‘batu’ ditanya tapi diam saja. Dan aku mencoba untuk gak merespon lalu keluarlah gerutuan kecil dari mulutnya. Gak lama dia beranjak sambil menarik tanganku tanda untuk pergi. Aku marah tapi disatu sisi aku senang, akhirnya aku bisa pergi dari lorong rumah sakit yang semakin malam semakin membuatku takut.
Aku memutuskan untuk bertanya kita mau kemana. Dan dia menjawab dengan nada ketus bahwa dia akan mengantarku ke halte untuk pulang. Bukan dia tega menelantarkan aku untuk pulang sendiri. Situasi yang memaksa dia agar tetap di rumah sakit dan aku mengerti akan hal itu.
Diperjalanan menuju halte, kami sempat cekcok mulut. Dia yang kesal akan tingkah ku yang sangat amat childis. Aku yang tidak merasa seperti itu semakin menjadi-jadi. Beberapa kali dia mengentakan kaki dan berkata keras tapi tetap saja aku rewel dengan gerutuan yang semakin membuatnya kesal.
Kadang aku berfikir, laki-laki ini bisa menjadi sangat kejam akan tingkahnya. Dan benar saja, saat klimaks-nya perseturuan kita, dan kita sama-sama mulai lelah akhirnya kita berdua diam. Aku melihatnya sesekali dia mengangkat telpon genggamnya. Ya, sudah pasti itu dari ayahnya yang sedang menunggu dia kembali ke kamar rumah sakit untuk meminta tolong sesuatu.
Keadaan semakin kacau balau dan tak terkendali. Dia pun mulai memandangku dan berkata, ‘Maaf’ lalu berlari meninggalkan ku sebelum kita sampai tujuan. Aku hanya terpaku melihat punggung itu. Tega banget dia, apa aku yang terlalu egois? Gak minat untuk pulang, akupun duduk didepan pagar sebuah gedung yang cukup sepi. Seperti orang depresi aku diam tapi sesekali menangis……..

To Be Continue

No comments:

Post a Comment

Wikipedia

Search results