Thursday, 11 April 2013

Apakah Kita Kenal?

Kembali ke stasiun ini lagi. Sepertinya ini adalah rutinitas saya setiap hari. Hampir setiap hari tepatnya. Hari ini stasiun tidak terlihat penuh seperti hari-hari sebelumnya. Ini dibuktikan adanya bangku kosong di ruang tunggu stasiun arah ke Bogor. Tak seperti hari biasa, yang penuhnya melewati kapasitas. Sampai-sampai banyak orang yang bergelimpangan di lantai. Melihat ada bangku yang kosong, saya lebih memilih untuk tetap berdiri di belakang garis batas aman calon penumpang kereta api.
Mata saya menyisir seluruh sudut stasiun, sampai akhirnya terhenti pada satu sosok pria. Ya, itu pria yang beberapa terakhir ini sering saya perhatikan. Pria semampai yang sering muncul dalam khayalan saya sebagai kekasih yang datang tak terduga. Pria semampai itu masih kelihatan sama seperti hari-hari sebelumnya. Memakai kemeja, celana bahan, dan sepatu pantopel serta tidak lupa tas ransel yang dia gendong depan dadanya. Mata saya masih tetap memperhatikan, sampai pria semampai itu tersadar kalau saya memperhatikannya sejak tadi. Sadar pria itu melihat ke arah saya, saya buru-buru buang pandangan saya ke objek lain. Sedang sibuk-sibuknya mencari objek yang akan dilihat, hendphone saya bergetar, saya lihat ada sebuah messege dari papah saya menanyakan saya berada dimana.
Selesai membalas sms, tanpa jeda waktu saya kembali melihat ke arah pria semampai itu berdiri. Tapi, kemana dia? Dari tadi belum ada kereta yang melintas, arah Tanah abang, ataupun bogor. Terus pria itu kemana??
"Hey!" Sapaan lembut dan terasa asing itu berasal dari balik punggung saya. Saya menoleh sambil sedikit terkejut dengan apa yang saya lihat. Ternyata yang menyapa saya tadi, pria semampai sebrang rel itu. Dengan senyum seadanya saya membalas sapaannya.
"Kita pernah kenal? Soalnya saya perhatiin dari kemarin kamu memperhatikan saya dari sini. Iya persis dari sini." Saat-saat seperti ini rasanya saya ingin kereta yang saya tumpangi segera datang, Dan pergi berlalu dari hadapannya. Tak perna sangka, perhatian iseng-iseng saya berbuah kekonyolan yang membuat saya kena struk mendadak. Seluruh badan jadi kaku. Dengan keadaan masih bingung, saya berusaha untuk merangkai sebuah kalimat.
"Hallo, do you know bahasa? Apa kamu, sorry..."
"Eh, enggak kok, kita enggak saling kenal." Ya Tuhan. Sosok pria semampai yang selama ini saya lihat dari kejauhan dan dibatasi oleh 2 rel, sekarang ada dihadapan saya, dan saya bisa menghirup wangi badannya. Kita begitu dekat, mungkin selangkah lagi, dia bisa menerkam saya.
"Oke, saya fikir kita kenal. Teman sekolah yang saya lupa namanya. Oke deh. Ke bogor?"
"Iya"
"Oke" Pria itu pun pergi dengan melempar senyum menariknya, dan saya masih dengan senyum pasrah yang sangat sederhana.
Tapi tak berapa lama senyum itu berubah jadi kepanikan. Tiba-tiba tingkah pria itu menjadi sedikit tidak lazim. Dia berdiri terpaku di tengah rel yang..astaga, kereta sudah mulai terlihat. Pria itu masih terlihat berusah mengangkat kakinya untuk melangkah. Tapi seperti ada yang tersangkut di kakinya, sehingga dia tak dapat melangkah. Saya yang berada di pinggir rel ikut terlihat panik. Saya bingung apa yang harus saya lakukan. Sebagian calon penumpang-penumpang wanita sudah berteriak-teriak menyuruh pria itu segera ke tepi, tapi hasilnya nihil. Pria itu masih berusaha payah untuk ke tepi. Sampai akhirnya petugas datang dan membantunya. Mungkin semenit petugas terlambat, saya tidak akan pernah melihat sosok itu lagi. Terimakasih ya Tuhan.
Masih dalam suasana tercekam, dan belum selesai memikirkan kejadian tadi, kereta jurusan Bogor datang tak lama setelah kereta jurusan tanah abang datang. Dengan badan yang sedikit gemetar dan setengah berfikir, saya naik ke dalam rangkaian kereta. Kenapa saya merasa bersalah sekali dengan kejadian tadi. Seolah-olah saya yang menyebabkan semuanya. Ada apa dengan pria semampai itu? Apa semua akan baik-baik saja? Apa besok, lusa, dan seterusnya saya masih bisa melihatnya?

No comments:

Post a Comment

Wikipedia

Search results