Perempuan itu adalah pekerja seks komersil, yang sering kita sebut juga, pelacur. melihat dari sisi manapun pelacur adalah manusia paling hina dan tidak mempunyai harga diri.demi mendapatkan uang, mereka menjual apa yang terpenting dari dirinya, tak perduli dosa apalagi pelecehan.
Tapi tidak dengan Nadin, ibu dari dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini tidak seperti pelacur pada umumnya. Cara berfikir dia sungguh rumit tapi dapat ditanggapi oleh perasaan. bekerja sebagai wanita penghibur sudah dijalaninya sejak suaminya tak lagi menafkahi dia dan dua orang anaknya. Karena merasa tidak tahu lagi bagaimana menghidupi keluarganya, akhirnya Nadin memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil.
Nadin muda tak pernah tau bagaimana nasib masa depannya. Lahir dari keluarga yang kurang beruntung, di nikahi oleh om-om kaya yang bersedia menafkahi nya adalah hadiah terbesar dari Tuhan. Walaupun dia tau akan dijadikan istri keempat oleh orang tersebut.
Dan saat ini adalah pembuktian masa depan Nadin. Ternyata keberuntungan selalu melengos dari kehidupannya. Ditinggal dan tak di nafkahi adalah hal yang tak dapat dipungkiri.
Nadin memulai semuanya dari benar-benar dia tidak mengerti apa yang dia kerjakan. Tapi sekarang Nadin menjadi incaran para lelaki hidung belang karena kemolekan tubuhnya.
Sosok Nadin yang dikenal ramah dan tak pernah menghiraukan apa kata orang menjadi pertahanan dirinya. Mendatangi Nadin dan bertanya perihal pekerjaannya membuat saya tertarik untuk menulis tentang dirinya.
Tuhan, ternyata dia adalah wanita yang penuh dengan rasa ke-ibuan, bertanggung jawab dan sayang keluarga. pernyataan-pernyataan dia yang membuat saya merinding "nda ada yang mau mba kerja ginian, saya juga pengen mba idup normal seperti ibu-ibu yang lain. Tapi kalo saya ngeluh terus, anak saya nda makan mba".
Nadin masi bisa bersyukur dengan apa yang dia lakukan, dan lebih terkejutnya lagi pada saat itu datang 2 orang anak laki-laki menghampiri kami, dan memanggilnya "mama...minta uang buat amal" dengan berpakaian siap untuk mengaji.
Kembali Tuhan, saya berucap dan tak pernah habis fikir dengan apa yang saya liat. "Itu anaknya mba?" masih dengan penuh keheranan saya bertanya, "iya mba, anakku. mau ngaji di musola. setiap sore minta uang buat amal kesinih". oh Tuhaan, berfikir dalam hati, apa mereka tau ya pekerjaan ibunya apa? "mba, mba ngga takut dosa ngasih anak uang yang..." perkataan saya terhenti, karena takut menyinggungnya.
"haram?" saya cuma mengangguk, dan Nadin menghela nafas panjang. Ada keheningan yang cukup lama diantara kami.
"Mba, aku mah udah pasrah aja. aku percaya Tuhan ngeliat apa niatku. aku sekarang cuma mikirin gimana cara ngasih makan anakku. cara biar mereka tetep iddup, setiap mereka makan dari hasil kerja ku, aku berdoa ama Tuhan, biar dia limpahi dosa-dosanya ke aku aja. anak-anakku aku suruh ngajji, biar nanti kalo aku mati mereka bisa bantu doain aku, supaya Tuhan juga ringanin dosa-dosaku. aku tau mba, dosa dari pekerjaan begini itu besar banget. Setiap aku ditanya agamaku apa, aku ngga tau. aku ngerasa, aku ngga pantes untuk memeluk agama manapun. biar Tuhan aja nanti yang nentuin, aku ini pantesnya dimana. Soalnya aku yakin Tuhan itu baik, dan mengerti apa yang saya lakukan".
Ssya cuma menatap nanar Nadin. dalam keadaan yang benar-benar dikatakan sangat tidak baik aja, dia masih bisa bersyukur dengan apa yang dia dapat. Seolah pilihan hidupnya memaksa untuk memilih satu jalan. Nadin hanya berjuang untuk menyambung hidup anak-anaknya, dengan harapan anak-anaknya menjadi lebih baik.
Tapi tidak dengan Nadin, ibu dari dua orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini tidak seperti pelacur pada umumnya. Cara berfikir dia sungguh rumit tapi dapat ditanggapi oleh perasaan. bekerja sebagai wanita penghibur sudah dijalaninya sejak suaminya tak lagi menafkahi dia dan dua orang anaknya. Karena merasa tidak tahu lagi bagaimana menghidupi keluarganya, akhirnya Nadin memutuskan untuk menjadi pekerja seks komersil.
Nadin muda tak pernah tau bagaimana nasib masa depannya. Lahir dari keluarga yang kurang beruntung, di nikahi oleh om-om kaya yang bersedia menafkahi nya adalah hadiah terbesar dari Tuhan. Walaupun dia tau akan dijadikan istri keempat oleh orang tersebut.
Dan saat ini adalah pembuktian masa depan Nadin. Ternyata keberuntungan selalu melengos dari kehidupannya. Ditinggal dan tak di nafkahi adalah hal yang tak dapat dipungkiri.
Nadin memulai semuanya dari benar-benar dia tidak mengerti apa yang dia kerjakan. Tapi sekarang Nadin menjadi incaran para lelaki hidung belang karena kemolekan tubuhnya.
Sosok Nadin yang dikenal ramah dan tak pernah menghiraukan apa kata orang menjadi pertahanan dirinya. Mendatangi Nadin dan bertanya perihal pekerjaannya membuat saya tertarik untuk menulis tentang dirinya.
Tuhan, ternyata dia adalah wanita yang penuh dengan rasa ke-ibuan, bertanggung jawab dan sayang keluarga. pernyataan-pernyataan dia yang membuat saya merinding "nda ada yang mau mba kerja ginian, saya juga pengen mba idup normal seperti ibu-ibu yang lain. Tapi kalo saya ngeluh terus, anak saya nda makan mba".
Nadin masi bisa bersyukur dengan apa yang dia lakukan, dan lebih terkejutnya lagi pada saat itu datang 2 orang anak laki-laki menghampiri kami, dan memanggilnya "mama...minta uang buat amal" dengan berpakaian siap untuk mengaji.
Kembali Tuhan, saya berucap dan tak pernah habis fikir dengan apa yang saya liat. "Itu anaknya mba?" masih dengan penuh keheranan saya bertanya, "iya mba, anakku. mau ngaji di musola. setiap sore minta uang buat amal kesinih". oh Tuhaan, berfikir dalam hati, apa mereka tau ya pekerjaan ibunya apa? "mba, mba ngga takut dosa ngasih anak uang yang..." perkataan saya terhenti, karena takut menyinggungnya.
"haram?" saya cuma mengangguk, dan Nadin menghela nafas panjang. Ada keheningan yang cukup lama diantara kami.
"Mba, aku mah udah pasrah aja. aku percaya Tuhan ngeliat apa niatku. aku sekarang cuma mikirin gimana cara ngasih makan anakku. cara biar mereka tetep iddup, setiap mereka makan dari hasil kerja ku, aku berdoa ama Tuhan, biar dia limpahi dosa-dosanya ke aku aja. anak-anakku aku suruh ngajji, biar nanti kalo aku mati mereka bisa bantu doain aku, supaya Tuhan juga ringanin dosa-dosaku. aku tau mba, dosa dari pekerjaan begini itu besar banget. Setiap aku ditanya agamaku apa, aku ngga tau. aku ngerasa, aku ngga pantes untuk memeluk agama manapun. biar Tuhan aja nanti yang nentuin, aku ini pantesnya dimana. Soalnya aku yakin Tuhan itu baik, dan mengerti apa yang saya lakukan".
Ssya cuma menatap nanar Nadin. dalam keadaan yang benar-benar dikatakan sangat tidak baik aja, dia masih bisa bersyukur dengan apa yang dia dapat. Seolah pilihan hidupnya memaksa untuk memilih satu jalan. Nadin hanya berjuang untuk menyambung hidup anak-anaknya, dengan harapan anak-anaknya menjadi lebih baik.